Jumat, 01 Desember 2017

DASAR-DASAR PEMODELAN AIR TANAH

DASAR-DASAR PEMODELAN AIR TANAH
Husam Baalousha
Dewan Regional Hawke's Bay, Tas Pribadi 6006, Napier, Selandia Baru

Abstrak
Pemodelan Air Tanah adalah alat yang efisien untuk pengelolaan dan remediasi air tanah. Model adalah penyederhanaan realitas untuk menyelidiki fenomena tertentu atau untuk memprediksi perilaku masa depan. Tantangannya adalah untuk menyederhanakan kenyataan dengan cara yang tidak mempengaruhi keakuratan dan kemampuan keluaran model untuk memenuhi tujuan yang diharapkan.
Meskipun efisiensinya, model bisa rumit dan menghasilkan hasil yang salah jika tidak dirancang dan ditafsirkan dengan benar. Terlepas dari jenis model yang digunakan, urutan yang serupa harus diikuti dalam pemodelan. Untuk membantu memilih model yang tepat, tujuan pemodelan harus jelas dan teridentifikasi dengan baik.
Jika model konseptual tidak dirancang dengan benar, semua proses pemodelan akan membuang waktu dan tenaga. Untuk membangun model konseptual yang tepat, data hidrogeologi harus memadai dan dapat diandalkan. Kalibrasi dan verifikasi adalah langkah terakhir dalam pemodelan sebelum menulis laporan model akhir.
Artikel ini membahas metodologi stepwise pemodelan air tanah dengan penjelasan setiap langkah. Ini berisi deskripsi singkat tentang berbagai jenis model dan berbagai jenis solusi. Selain itu, kesulitan khusus dan kesalahan umum dalam pemodelan telah dibahas.
1.    Pendahuluan
Pemodelan air tanah adalah cara untuk merepresentasikan sebuah sistem dalam bentuk lain untuk menyelidiki respon sistem dalam kondisi tertentu, atau untuk memprediksi perilaku sistem di masa depan. Pemodelan air tanah adalah alat yang ampuh untuk pengelolaan sumber daya air, perlindungan air tanah dan remediasi. Pengambil keputusan menggunakan model untuk memprediksi perilaku sistem air tanah sebelum pelaksanaan proyek atau untuk menerapkan skema remediasi. Jelas, ini adalah solusi sederhana dan murah dibandingkan dengan pendirian proyek pada kenyataannya.
Menurut definisi, model menyederhanakan kenyataan, dan karenanya tidak sempurna. Ahli statistik terkenal George Box menegaskan, "semua model salah, tapi ada juga yang berguna" (Box and Draper 1987). Penerapan model dan penggunaannya bergantung pada tujuan model tersebut. Meskipun tidak sempurna, model sangat berguna dalam hidrogeologi. Ini adalah tantangan bagi pemodel untuk mewakili masalah kata sebenarnya dalam bentuk yang disederhanakan tanpa mengorbankan keakuratan atau membuat asumsi yang tidak benar. Pemodel mencoba mendapatkan representasi terbaik dari kenyataan dengan mengumpulkan data sebanyak mungkin dan memberi makan model dengan data baru. Model air tanah dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori: fisik, analog atau matematis. Solusi model matematis bisa berupa analisis atau numerik.
Metode analisis tidak memerlukan banyak data, namun aplikasi mereka terbatas pada masalah sederhana. Solusi numerik dapat menangani masalah yang lebih rumit daripada solusi analitis. Dengan pesatnya perkembangan prosesor komputer dan meningkatnya kecepatan, pemodelan numerik menjadi lebih efektif dan mudah digunakan.
Pendekatan pemodelan numerik yang paling umum digunakan adalah metode "beda hingga" dan metode "elemen hingga". Setiap metode memiliki kelebihan dan keterbatasan. Bergantung pada masalah perhatian dan tujuan pemodelan, pendekatan pemodelan yang tepat dapat dipilih. Metode beda hingga dapat menghasilkan hasil yang berbeda hingga metode elemen hingga jika masalah yang dikhawatirkan rumit. Pendekatan pemodelan bukanlah satu-satunya faktor yang mempengaruhi hasil model. Faktor lain seperti kondisi batas, kondisi awal, diskritisasi waktu dan ruang, dan kualitas data mempengaruhi hasilnya.
Bab ini menguraikan metodologi pemodelan airtanah bertahap, perbedaan antara pendekatan pemodelan dan kesulitan mengiringi pemodelan air tanah. Kesalahan umum dalam pemodelan air tanah juga dibahas.
2.    Pendekatan Pemodelan
Model Air Tanah bisa sederhana, seperti solusi analitik satu dimensi atau model spreadsheet (Olsthoorn, 1985), atau model tiga dimensi yang sangat canggih. Selalu disarankan untuk memulai dengan model sederhana, asalkan konsep model memenuhi tujuan pemodelan, dan kemudian kompleksitas model dapat ditingkatkan (Hill 2006). Terlepas dari kompleksitas model yang digunakan, pengembangan modelnya sama.
Metodologi stepwise pemodelan air tanah ditunjukkan pada Gambar 1. Langkah pertama dalam pemodelan adalah identifikasi tujuan model. Pengumpulan dan pengolahan data merupakan isu utama dalam proses pemodelan. Langkah yang paling penting dan mendasar dalam pemodelan, bagaimanapun, adalah model konseptualisasi. Kalibrasi, verifikasi dan analisis sensitivitas dapat dilakukan setelah model selesai dan tahap pertama. Bagian berikut menjelaskan secara rinci setiap langkah dalam pemodelan air tanah.
 
Gambar  1. Metodologi Stepwise Pemodelan Air Tanah.

2.1    Tujuan Pemodelan
Model air tanah biasanya digunakan untuk mendukung keputusan manajemen mengenai kuantitas atau kualitas air tanah. Bergantung pada tujuan pemodelan, luas model, pendekatan dan tipe model dapat bervariasi.
Model air tanah bisa bersifat interpretif, prediktif atau generik. Model interpretasi digunakan untuk mempelajari kasus tertentu dan menganalisis aliran airtanah atau transportasi kontaminan. Model prediktif digunakan untuk melihat perubahan konsentrasi air tanah atau konsentrasi zat terlarut di masa depan. Model generik digunakan untuk menganalisis berbagai skenario pengelolaan sumber daya air atau skema remediasi.
Tujuan pemodelan air tanah dapat dicantumkan sebagai berikut:
1.    Prediksi aliran airtanah dan kepala air tanah secara temporal dan spasial.
2.    Investigasi efek abstraksi air tanah pada sumur pada rezim aliran dan memprediksi hasil penarikan.
3.    Investigasi efek aktivitas manusia (mis., Debit air limbah, pertanian kegiatan, landfill) terhadap kualitas air tanah.
4.    Analisis skenario pengelolaan yang berbeda pada sistem airtanah, kuantitatif dan kualitatif.
Bergantung pada tujuan studi dan hasil yang diinginkan, pemilihan pendekatan model dan persyaratan data dapat dibuat agar sesuai dengan bidang studi dan tujuannya. Misalnya, jika tujuannya adalah penilaian aliran airtanah regional, maka model kasar dapat memenuhi tujuan ini, namun jika area penelitiannya kecil maka model grid halus dengan datadensitas tinggi harus digunakan.
3.    Model konseptual
Model konseptual adalah representasi deskriptif dari sistem air tanah yang menggabungkan interpretasi kondisi geologi dan hidrologi. Informasi tentang neraca air juga termasuk dalam model konseptual. Ini adalah bagian terpenting dari pemodelan air tanah dan ini adalah langkah selanjutnya dalam pemodelan setelah identifikasi tujuan.
Membangun model konseptual memerlukan informasi yang baik mengenai geologi, hidrologi, kondisi batas, dan parameter hidrolik. Model konseptual yang baik harus menggambarkan realitas dengan cara sederhana yang memenuhi tujuan pemodelan dan persyaratan manajemen (Bear and Verruijt 1987). Ini harus merangkum pemahaman kita tentang aliran air atau transportasi kontaminan dalam hal pemodelan kualitas air tanah. Isu utama yang harus dipahami oleh model konseptual adalah:
1.    Geometri Aquifer dan model domain
2.    Kondisi batas
3.    Parameter Aquifer seperti konduktivitas hidrolik, porositas, storativitas, dan lain – lain
4.    Mengisi ulang air tanah
5.    Identifikasi sumber dan sink
A.      Keseimbangan air
Begitu model konseptual dibangun, model matematis bisa disiapkan. Model matematis mewakili model konseptual dan asumsi yang dibuat dalam bentuk persamaan matematis yang dapat dipecahkan baik secara analitik maupun numerik.
3.1    Masalah Nilai Batas
Model matematis semuanya didasarkan pada prinsip keseimbangan air. Menggabungkan persamaan keseimbangan massa dan Hukum Darcy menghasilkan persamaan pemerintahan untuk aliran air tanah. Persamaan umum yang mengatur aliran mantap air tiga dimensi dalam media isotropik dan homogen adalah:
Dimana h adalah kepala air tanah. Persamaan ini juga disebut persamaan Laplace dan memiliki banyak aplikasi dalam fisika dan hidromekanik. Memecahkan Persamaan (1) membutuhkan pengetahuan tentang kondisi batas untuk mendapatkan solusi yang unik. Untuk alasan ini, Persamaan (1) disebut masalah nilai batas. Jadi kondisi batas menggambarkan daerah atau domain dimana nilai batas masalah valid.
Kotak 1: Model konseptual: pertanyaan untuk dijawab
1)   Adakah cukup data hidrogeologi untuk menggambarkan geometri akuifer / s di bidang studi?
2)   Haruskah model menjadi satu, dua atau tiga dimensi?
3)   Apakah akuifer / homogen? isotropik
4)   Apa sumber dan tenggelamnya?
5)   Apa sumber kontaminasi (jika ada)?
6)    Apakah batasannya tetap sama dari waktu ke waktu?
 
3.2    Kondisi batas
Identifikasi kondisi batas merupakan langkah awal dalam model konseptualisasi. Pemecahan persamaan aliran air tanah (persamaan diferensial parsial) memerlukan identifikasi kondisi batas untuk memberikan solusi yang unik. Identifikasi kondisi batas yang tidak tepat akan mempengaruhi solusinya dan dapat mengakibatkan keluaran yang benar-benar salah. Kondisi batas dapat dikelompokkan menjadi tiga tipe utama:
1.    Kepala yang ditentukan (juga disebut Dirichlet atau batas tipe I). Hal ini dapat dinyatakan dalam bentuk matematika sebagai: h (x, y, z, t) = konstan
2.    Aliran yang ditentukan (juga disebut batas Neumann atau tipe II). Dalam bentuk matematisnya adalah: Ñh (x, y, z, t) = konstan
3.    Aliran tergantung kepala (disebut juga Cauchy atau tipe III batas). Matematika nya  Bentuknya adalah: Ñh (x, y, z, t) + a * h = konstanta (di mana "a" adalah konstanta).
Selain jenis yang disebutkan di atas ada sub-jenis batas lainnya. Ini akan dijelaskan nanti. Dalam masalah aliran air tanah, kondisi batas tidak hanya merupakan kendala matematis, namun juga mewakili sumber dan tenggelam di dalam sistem (Reilly and Harbaugh 2004). Pemilihan kondisi batas sangat penting untuk pengembangan model yang akurat (Franke et al 1987).
Sebaiknya gunakan batas fisik bila memungkinkan (mis., Batas tak berawak, danau, sungai) sebagai batasan model karena dapat segera diidentifikasi dan dikonseptualisasikan. Perhatian harus diberikan saat mengidentifikasi batas alam. Misalnya membagi air tanah adalah batas hidrolik dan bisa bergeser posisi saat kondisi berubah di lapangan. Jika kontur meja air digunakan untuk menetapkan kondisi batas dalam model transien, secara umum lebih baik menentukan fluks daripada kepala. Dalam simulasi transien, jika efek sementara (misalnya pemompaan) meluas ke batas, kepala yang ditentukan bertindak sebagai sumber air yang tak terbatas, fluks yang ditentukan membatasi jumlah air yang tersedia. Jika sistem air tanah sangat ditekankan, kondisi batas bisa berubah seiring berjalannya waktu. Untuk alasan ini, kondisi batas harus terus diperiksa selama simulasi.
3.3    Contoh Batasan Berbeda
Reilly (2001) telah mensurvei berbagai jenis fitur fisik dan representasi matematika setara mereka. Gambar 2 menunjukkan jenis batas yang berbeda. Batas-batas yang berbeda ini secara singkat digambarkan sebagai berikut:
Batas kepala konstan: Ini adalah kasus khusus dari batas kepala tertentu, yang terjadi dimana bagian dari permukaan batas akuifer bertepatan dengan permukaan kepala konstan konstan (Franke et al 1987). Batas kepala konstan berasumsi bahwa kepala konstan sepanjang waktu. Garis ABC dan EFG pada Gambar 2 adalah contoh batas kepala konstan, dimana bagian akifer terjadi di bawah reservoir.
Batas kepala yang ditentukan: Ini adalah bentuk umum dari batas kepala konstan. Hal ini terjadi ketika kepala dapat ditentukan sebagai fungsi waktu dan lokasi. Sungai dan sungai, yang berada dalam hubungan hidrolik dengan akuifer, adalah contoh batas kepala yang ditentukan.
Tidak ada batas aliran: Ini adalah kasus khusus dari batas fluks yang ditentukan. Hal ini terjadi pada garis normal untuk merampingkan (yaitu normal ke arah aliran). Kasus ini biasanya terjadi dimana media kedap air ada. Garis HI pada Gambar 2 mewakili batas tanpa aliran. Pembagian air dapat digunakan sebagai batas tanpa aliran tapi dengan hati-hati, karena posisi air dapat berpindah seiring waktu akibat tekanan pada akuifer.
Batasan fluks yang ditentukan: Ini adalah kasus umum dari batas tanpa aliran. Hal ini terjadi bila arus melintasi batas dapat ditentukan dalam waktu dan lokasi. Contoh batas fluks yang ditentukan adalah mengisi ulang di atas meja air dalam aquifer freatik. CD garis pada Gambar 2 adalah batas fluks yang ditentukan.
Batas fluks yang bergantung pada kepala: Hal ini terjadi bila fluks melintasi batas bergantung pada kepala yang berdekatan dengan batas tersebut. Iifer semi-terbatas, dimana kepala air bergantung pada fluks melalui lapisan semi-confining, adalah contoh dari jenis batas ini. Hal ini dapat ditunjukkan dengan garis ABC dan EFG pada Gambar 2.
Batas permukaan bebas: Meja air dan antarmuka air tawar-garam di akuifer pesisir adalah contoh batas permukaan bebas. CD garis pada Gambar 2 mewakili batas permukaan bebas. Tekanan kepala pada batas permukaan bebas selalu nol dan total kepala sama dengan elevasi kepala.
Batas muka rembesan: Hal ini terjadi pada batas antara aliran jenuh dan atmosfer. Wajah bendungan landfill, seperti yang ditunjukkan oleh garis DE pada Gambar 2 adalah contoh batas muka rembesan.
Gambar 2. Berbagai jenis batas.
Kotak 2: Penjelasan kondisi batas
1)   Selalu gunakan batas alam bila memungkinkan.
2)   Kondisi batas selalu mempengaruhi solusi steady state namun tidak mempengaruhi solusi transien.
3)   Solusi steady state dengan semua kondisi batas fluks yang ditentukan (termasuk no aliran) tanpa batasan internal kepala atau kepala yang ditentukan mungkin tidak konvergen atau mungkin tidak memberikan solusi yang unik.
4)   Batas kepala yang ditentukan berfungsi sebagai sumber atau wastafel tak terbatas.
5)   Pembagian air harus digunakan sebagai batas tanpa aliran dengan hati-hati.
 
4.    Jenis Model
Ada berbagai jenis model untuk mensimulasikan gerakan air tanah dan transportasi kontaminan. Secara umum, model dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori: model fisik, analog dan matematis. Jenis yang terakhir dapat diklasifikasikan lebih lanjut tergantung pada jenis solusinya.
4.1    Model Fisik
Model fisik (misalnya tangki pasir) bergantung pada model bangunan di laboratorium untuk mempelajari masalah spesifik aliran air tanah atau transportasi kontaminan. Model ini dapat menunjukkan fenomena hidrogeologis yang berbeda seperti kerucut depresi atau aliran artesis. Selain mengalir, gerakan kontaminan bisa diselidiki melalui model fisik. Meski berguna dan mudah dipasang, model fisik tidak bisa menangani masalah nyata yang rumit.
4.2    Model Analog
Persamaan yang menggambarkan aliran air tanah dalam media berpori homogen isotropik disebut Persamaan Laplace (Persamaan (1)). Persamaan ini sangat umum terjadi pada banyak aplikasi dalam matematika fisik seperti aliran panas, dan listrik. Oleh karena itu, perbandingan antara aliran airtanah dan bidang lainnya dimana persamaan Laplace valid, dimungkinkan. Model analog yang paling terkenal adalah aliran listrik.
Analogi listrik didasarkan pada kesamaan antara hukum aliran listrik Ohm dan hukum gerakan air tanah Darcy. Seperti arus listrik yang bergerak dari tegangan tinggi ke tegangan rendah, begitu pula air tanah, yang bergerak dari kepala tinggi ke kepala bawah. Model analog sederhana dapat dengan mudah diatur untuk mempelajari pergerakan aliran air tanah. Informasi lebih rinci mengenai model analog tersedia (Verruijt, 1970, Anderson dan Woessner, 1992, Strack 1989; Fetter 2001).
4.3    Model matematika
Model matematika didasarkan pada konseptualisasi sistem air tanah ke dalam satu himpunan persamaan. Persamaan ini diformulasikan berdasarkan kondisi batas, kondisi awal, dan sifat fisik akuifer. Model matematis memungkinkan manipulasi model kompleks yang mudah dan cepat. Begitu model matematis disetel, persamaan yang dihasilkan dapat dipecahkan secara analitis, jika modelnya sederhana, atau numerik.
5.    Jenis Solusi Model
Seperti dibahas di bagian sebelumnya, model matematis dapat dipecahkan baik secara analitik maupun numerik. Beberapa pendekatan menggunakan campuran solusi analitik dan numerik. Bagian berikut membahas secara singkat jenis solusi utama yang digunakan dalam pemodelan air tanah.
5.1    Solusi Analitik
Solusi analitis hanya tersedia untuk masalah transportasi airtanah dan kontaminan yang disederhanakan. Mereka dikembangkan sebelum penggunaan model numerik. Keuntungan dari solusi analitis adalah mudah diterapkan dan menghasilkan hasil yang berkesinambungan dan akurat untuk masalah sederhana. Tidak seperti solusi numerik, solusi analitik memberikan keluaran terus menerus pada setiap titik dalam domain masalah (Gambar 3). Namun, solusi analitis membuat banyak asumsi seperti isotropi dan homogenitas akuifer, yang tidak valid pada umumnya. Solusi analitis; Oleh karena itu, tidak dapat menangani sistem air tanah yang kompleks. Contoh solusi analitis adalah solusi Toth (Toth, 1962) dan persamaan Theis (1941). Rincian lebih lanjut tentang solusi analitis masalah air tanah dapat ditemukan di Bear (1979) dan Walton (1989).
5.2    Solusi numerik
Karena solusi analitis dari persamaan diferensial parsial (PDE) menyiratkan banyak Asumsi, penyederhanaan dan estimasi yang tidak ada dalam kenyataan, mereka tidak dapat menangani masalah nyata yang rumit. Metode numerik dikembangkan untuk mengatasi kompleksitas sistem air tanah. Model numerik melibatkan solusi numerik dari seperangkat persamaan aljabar dengan nilai kepala diskrit pada titik nodal terpilih (Gambar 3). Metode numerik yang paling banyak digunakan adalah beda hingga dan metode elemen hingga. Metode lain telah dikembangkan, seperti metode elemen batas.
Gambar 3. Solusi analitis versus numerik untuk masalah aliran air tanah 1-D.

5.2.1        Metode beda hingga
Metode beda hingga (FDM) telah banyak digunakan dalam studi air tanah sejak awal 1960an. FDM dipelajari oleh Newton, Gauss, Bessel dan Laplace (Pinder dan Gray 1977).
Metode ini pertama kali diterapkan pada teknik perminyakan dan kemudian di bidang lainnya. Metode beda hingga bergantung pada estimasi turunan fungsi dengan selisih yang terbatas (Gambar 4). Pendekatan beda hingga diberikan oleh:
 
Keakuratan metode ini tergantung pada ukuran grid dan keseragaman. Perkiraan derivatif meningkat karena jarak grid mendekati nol; Namun demikian, dispersi numerik dan kesalahan pemotongan meningkat. Ada tiga metode pendekatan beda beda yang berbeda: maju, mundur dan perbedaan pusat, tergantung pada cara perbedaan yang terbatas diterapkan. Perbedaan utama memberikan hasil terbaik karena kesalahan pemotongan adalah orde kedua O (? X) 2 (Pinder dan Gray, 1970).
Gambar 4. Pendekatan beda finit.
Persamaan pengatur umum untuk kondisi sementara, heterogen, dan anisotropika diberikan oleh:
dimana Kx, Ky, dan Kz adalah konduktivitas hidrolik di x, y dan z arah, masing-masing. W adalah wastafel atau istilah sumber dan Ss adalah penyimpanan khusus.
Untuk kesederhanaan, pertimbangkan satu kasus Persamaan (3) dan selesaikan h dengan metode beda hingga. Hasil ini:
dimana hi, hi + 1 adalah head pada node i, dan node i + 1 masing-masing (Gambar 5). Jarak tidak teratur dapat digunakan untuk meningkatkan akurasi pada area grid yang dipilih, namun ini meningkatkan kesalahan yang terkait lebih banyak daripada grid dengan spasi biasa. Sebagai aturan praktis untuk memperluas grid perbedaan yang terbatas, faktor perkalian maksimum tidak boleh lebih tinggi dari 1,5.
Gambar 6. Diskretisasi domain model menjadi grid beda hingga.

Kelebihan metode finite difference adalah mudah diterapkan, terdokumentasi dengan baik dan menghasilkan hasil yang cukup baik. Namun, metode beda hingga memiliki beberapa kelemahan. Kelemahan utama adalah bahwa hal itu tidak sesuai dengan batas model yang tidak beraturan (Gambar 6). Selain itu, distribusi grid, ukurannya, dan apakah ukurannya sama besarnya dengan akurasi dan kemampuan perhitungan. Keakuratan keluaran dari metode beda hingga tidak baik dalam hal pemodelan transport terlarut. Saldo massa tidak dijamin jika konduktivitas atau jarak grid bervariasi (Cirpka 1999). Model air tanah berbasis perbedaan paling banyak digunakan adalah MODFLOW (Harbaugh dan McDonald 1996).
Kotak 3: Pertimbangan dalam memilih ukuran jarak nodal pada grid atau mesh design.
1)   Variabilitas karakteristik akuifer (misalnya konduktivitas, storativitas).
2)   Variabilitas parameter hidrolik (misalnya mengisi ulang, memompa).
3)   Kelengkungan meja air.
4)   Detail yang diinginkan seputar sumber dan sink (mis., Sungai).
5)   Perubahan vertikal pada kepala (resolusi / lapisan grid vertikal).
 
5.2.2        Metode Elemen Hingga
Dasar metode elemen hingga adalah memecahkan persamaan integral atas domain model. Bila metode elemen hingga tersubstitusi dalam persamaan diferensial parsial, terjadi kesalahan residual. Metode elemen hingga memaksa residu ini untuk pergi ke nol.
Ada beberapa pendekatan yang berbeda untuk metode elemen hingga. Ini adalah: fungsi dasar, prinsip variasional, metode Galerkin, dan residu tertimbang. Deskripsi rinci setiap metode dapat ditemukan di Pinder dan Gray (1970).
Metode elemen hingga mendeskripsikan domain model menjadi elemen (Gambar 7). Elemen ini bisa berupa blok segitiga, persegi panjang, atau prismatik. Desain mesh sangat penting dalam metode elemen hingga karena secara signifikan mempengaruhi konvergensi dan akurasi larutan. Desain Mesh dalam metode elemen hingga adalah seni yang lebih dari sekedar sains, namun ada aturan umum untuk konfigurasi jala yang lebih baik. Sangat disarankan untuk menetapkan simpul pada titik-titik penting seperti sumber atau sink, dan untuk memperbaiki mesh pada area yang diminati dimana variabel berubah dengan cepat. Lebih baik menjaga konfigurasi jala sesederhana mungkin. Dalam kasus jala segitiga, simpul lingkaran yang berpotongan harus memiliki pusatnya di bagian dalam segitiga.
Metode residu tertimbang sedang digunakan secara luas dalam masalah elemen hingga air tanah. Insinyur Rusia B. G. Galerkin memperkenalkan metode ini pada tahun 1915 (Pinder dan Gray 1970). Untuk menggambarkan pendekatan residu tertimbang, pertimbangkan masalah transportasi airtanah atau zat terlarut. Masalah diatas domain B bisa ditulis sebagai:
Dimana L adalah operator diferensial, f (x, y, z) adalah variabel dependen (yaitu kepala air tanah) dan F (x, y, z) adalah fungsi yang diketahui.
Metode residu tertimbang menggantikan variabel dependen f (x, y, z) dengan fungsi aproksimasi f (x, y, z). Fungsi aproksimasi kemudian terdiri dari kombinasi linear dari fungsi baru yang memenuhi kondisi batas dari masalah utama. Hal ini dapat ditulis sebagai:
dimana Ni adalah fungsi interpolasi, fi adalah nilai nodal yang tidak diketahui dari variabel dependen pada simpul i, dan m adalah jumlah simpul.
Karena f (x, y, z) adalah sebuah aproksimasi, akan ada residu R (x, y, z) pada setiap simpul. Residu ini diberikan oleh:
 
Metode residu tertimbang memaksa residu dalam Persamaan (7) untuk pergi ke nol. Ini membutuhkan:
Dimana W (x, y, z) adalah fungsi pembobotan dan B adalah domain masalah. Persamaan (8) dapat ditulis dalam bentuk aproksimasi sebagai berikut:
Dalam kasus steady state, masalah aliran airtanah dua dimensi, Persamaan (9) dapat ditulis sebagai:
Untuk mengatasi Persamaan (10), fungsi bobot W (x, y, z) perlu diidentifikasi. Ada berbagai metode pembobotan residu selain pendekatan Galerkin. Rincian lebih lanjut tentang metode residu pembobotan dapat ditemukan di Gray dan Pinder (1970) dan Reddy (2006).
Karakteristik utama dari metode elemen hingga adalah: properti dan sumber / sink ditugaskan pada node, simpul terletak pada batas fluks, dan suite aquifer anisotropy lebih baik daripada FDM. Keuntungan dari metode ini meliputi: konfigurasi jala yang lebih baik, yang membatasi batasan model yang tidak teratur, anisotropi tergabung dengan baik, sistem persamaan pemerintahan berbentuk simetris dan tidak beraturan dapat digunakan untuk mewakili elemen.
 
Gambar 7. Diskretisasi domain model menjadi mesh elemen hingga.
Metode elemen hingga memiliki beberapa kelemahan. Jajaran elemen hingga tidak mudah untuk membangun dan menghabiskan waktu, terutama dalam masalah yang rumit. Selain itu, tidak banyak dokumentasi mengenai metode elemen hingga dibandingkan dengan metode beda hingga. Berbeda dengan metode beda hingga, keseimbangan massa dalam metode elemen hingga dapat dicapai untuk keseluruhan domain namun tidak untuk setiap elemen. Model air tanah berbasis elemen hingga yang paling terkenal adalah Feflow (Wasy, 2005), Femwater (Lin, et al 1997), dan MODFE (Torak 1993).
6.    Kalibrasi Model
Setelah model pertama, hasil model mungkin berbeda dari pengukuran lapangan. Hal ini diharapkan karena pemodelan hanyalah penyederhanaan dari kenyataan dan perkiraan dan kesalahan komputasi yang tak terelakkan. Proses kalibrasi model ditujukan untuk menyempurnakan hasil model agar sesuai dengan pengukuran di lapangan.
Dalam model aliran air tanah, kepala air tanah yang dihasilkan dipaksa untuk mencocokkan kepala dengan titik terukur. Proses ini memerlukan perubahan parameter model (yaitu konduktivitas hidrolik atau pengisian air tanah) untuk mencapai kecocokan terbaik. Proses kalibrasi penting untuk membuat model prediktif dan juga dapat digunakan untuk pemodelan invers. Untuk menggambarkan proses kalibrasi model aliran air tanah, perhatikan pengukuran kepala air tanah (hob) i pada titik pengamatan i. Kepala simulasi pada titik yang sama adalah (hsim) i. Root mean square error dari residual diberikan oleh:
Kotak 4: Model yang dikalibrasi harus memenuhi:
1)   Cocok antara kepala diukur dan dimodelkan.
2)   Saldo air yang bagus.
3)   Gradien air tanah dari model ini mirip dengan gradien yang diamati di lapangan.
4)   Perilaku serupa untuk setiap dataset

Kalibrasi melibatkan proses optimasi untuk meminimalkan RMSE yang diberikan dalam Persamaan (11). Untuk mendapatkan model yang telah dikalibrasi dengan baik, karakterisasi situs yang tepat dan data yang cukup diperlukan. Jika tidak, model yang dikalibrasi hanya akan berlaku untuk sekumpulan kondisi dan bukan untuk kondisi apapun. Kalibrasi bisa dilakukan secara manual atau otomatis. Perangkat lunak seperti PEST (Doherty et al 1994) dan UCODE (Poeter and Hill 1994) dapat digunakan untuk kalibrasi otomatis.
7.    Verifikasi dan Validasi Model 
Istilah "validasi" tidak sepenuhnya benar bila digunakan dalam pemodelan air tanah. Oreskes dkk. Al. (1994) menegaskan bahwa tidak mungkin memvalidasi model numerik karena pemodelan hanyalah perkiraan dari kenyataan. Verifikasi dan validasi model adalah langkah selanjutnya setelah kalibrasi.
Tujuan validasi model adalah untuk memeriksa apakah model yang dikalibrasi bekerja dengan baik pada dataset manapun. Karena proses kalibrasi melibatkan perubahan parameter yang berbeda (i. Konduktivitas hidrolik, pengisian ulang, laju pemompaan, dll.) Set nilai yang berbeda untuk parameter ini dapat menghasilkan solusi yang sama. Reilly dan Harbaugh (2004) menyimpulkan bahwa kalibrasi yang baik tidak menghasilkan prediksi yang baik. Proses validasi menentukan apakah model yang dihasilkan berlaku untuk dataset manapun. Modelling biasanya membagi data pengukuran yang ada menjadi dua kelompok; satu untuk kalibrasi dan yang lainnya untuk validasi.
8.    Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas penting untuk kalibrasi, optimasi, penilaian risiko dan pengumpulan data. Dalam model air tanah regional, ada sejumlah besar parameter yang tidak pasti. Mengatasi ketidakpastian ini memakan waktu dan membutuhkan banyak usaha.
Analisis sensitivitas menunjukkan parameter atau parameter mana yang memiliki pengaruh lebih besar terhadap output. Parameter dengan pengaruh tinggi pada keluaran model harus mendapat perhatian paling besar dalam proses kalibrasi dan pengumpulan data. Selain itu, desain lokasi sampling, dan analisis sensitivitas dapat digunakan untuk mengatasi masalah optimasi.
Metode analisis sensitivitas yang paling umum adalah penggunaan pendekatan beda hingga untuk memperkirakan tingkat perubahan model output sebagai hasil perubahan pada parameter tertentu. Paket Estimasi Parameter "PEST" menggunakan metode ini (Doherty et al 1994). Beberapa metode analisis sensitivitas lain yang lebih efisien telah digunakan.
Diferensiasi otomatis telah digunakan untuk analisis sensitivitas pada model air tanah dan menghasilkan output yang tepat dibandingkan dengan perkiraan beda hingga (Baalousha 2007).
9.    Analisis Ketidakpastian
Ketidakpastian dalam pemodelan airtanah tak terhindarkan karena sejumlah alasan. Salah satu sumber ketidakpastian adalah heterogenitas akifer. Data lapangan memiliki ketidakpastian. Pemodelan matematika menyiratkan banyak asumsi dan estimasi, yang meningkatkan ketidakpastian keluaran model (Baalousha dan Köngeter 2006).
Ada beberapa pendekatan yang berbeda untuk memasukkan ketidakpastian dalam pemodelan air tanah. Pendekatan yang paling terkenal adalah pemodelan stokastik dengan menggunakan metode Monte Carlo atau Quasi Monte Carlo (Kunstmanna dan Kastensb. 2006: Liou, T. dan Der Yeh, H. 1997). Masalah dengan model stokastik adalah bahwa mereka memerlukan banyak perhitungan, dan karena itu memakan waktu lama. Beberapa modifikasi telah dilakukan pada model stokastik agar lebih deterministik, yang mengurangi persyaratan komputasi dan waktu. Latin Hypercube Sampling adalah bentuk modifikasi Simulasi Monte Carlo, yang sangat mengurangi persyaratan waktu (Zhang dan Pinder 2003).
10.    Kesalahan Umum dalam Pemodelan
Kesalahan utama dalam pemodelan adalah konseptualisasi. Jika model konseptual tidak benar, output model akan salah terlepas dari akurasi data dan pendekatan pemodelan. Model matematis yang baik tidak akan membangkitkan model konseptual yang salah (Zheng dan Bennet, 2002).
Dalam semua model, perlu untuk mengidentifikasi elevasi referensi tertentu untuk semua kepala sehingga algoritma model dapat bertemu dengan solusi unik (Franke et al., 1987). Kondisi batas harus ditangani dengan hati-hati, terutama dalam simulasi steady state. Terkadang kondisi batas berubah selama simulasi dan menjadi tidak valid.
Model dengan kondisi batas hidrolik akan menjadi tidak valid jika tekanan di dalam atau di luar domain model menyebabkan batas hidrolik bergeser atau berubah. Oleh karena itu, kondisi batas harus dipantau setiap saat untuk memastikannya valid.
Parameterisasi model adalah kesalahan umum dalam pemodelan. Nilai teoritis sifat hidrolik atau pengisian air tanah tidak boleh menggantikan data lapangan dan investigasi lapangan. Asumsi seperti isotropi dan homogenitas tidak boleh digunakan tanpa dukungan dari investigasi lapangan.
Pemilihan kode model penting untuk mendapatkan solusi yang baik. Kode yang berbeda melibatkan pengaturan matematika yang berbeda yang sesuai dengan masalah tertentu. Kode yang dipilih harus mempertimbangkan karakteristik area yang diminati dan tujuan pemodelan.
Model dapat dikalibrasi dengan baik dan sesuai dengan nilai yang terukur, namun memiliki keseimbangan massa yang salah. Ini bisa jadi akibat dari model konseptual yang tidak benar.



Referensi :
Anderson, M. and Woessner, W. (1992) Applied groundwater modeling. Elsevier. 381p.
Baalousha, H. (2007) Application of Automatic Differentiation in Groundwater Sensitivity Analysis. In Oxley, L. and Kulasiri, D. (eds) MODSIM 2007 International Congress on Modelling and Simulation. Modelling and Simulation Society of Australia and New Zealand, December 2007, pp. 2728-2733. ISBN : 978-0-9758400-4-7.
Baalousha, H and Köngeter, J. (2006) Stochastic modelling and risk analysis of groundwater pollution using FORM coupled with automatic differentiation. Advances in Water Resources,. 29(12): 1815-1832
Bear, J. (1979) Hydraulics of Groundwater. McGraw-Hill, New York.. 567p
Bear, J. and Verruijt, A. (1987) Modeling Groundwater Flow and Pollution. Springer, 432p.
Box, G. and Draper, N. (1987) Empirical Model-Building and Response Surfaces, 669p.,Wiley.
Cirpka, O. 1999 Numerical methods of groundwater flow and transport. Technical report. Stanford University, Department of Civil and Environmental Engineering.
Doherty, J., Brebber, L. and Whyte, P. (1994) PEST - Model-independent parameter estimation. User’s manual. Watermark Computing. Australia
Fetter, C.W. (2001) Applied Hydrogeology. Prentice Hall. 4th ed.
Franke, O.L., Reilly, T.E. and Bennett, G.D., (1987) Definition of boundary and initial conditions in the analysis of saturated ground-water flow systems – An introduction: Techniques of Water-Resources Investigations of the United States Geological Survey, Book 3, Chapter B5, 15 p
Harbaugh, A. and McDonald, M. (1996) User's documentation for MODFLOW-96, an update to the U.S. Geological Survey modular finite-difference ground-water flow model: U.S. Geological Survey Open-File Report 96-485, 56 p.
Hill, Mary. (2006) The practical use of simplicity in developing groundwater models. Ground water Journal, 44(6): 775-781.
Kunstmanna, H. and Kastensb, M. (2006) Direct propagation of probability density functions in hydrological equations. Journal of Hydrology , 325(1-4): 82-95
Lin, Hsin-Chi J. , Richards, David R. ; Yeh, Gour-Tsyh , Cheng, Jing-Ru and Cheng, Hwai- Ping (1997) FEMWATER: A Three-Dimensional Finite Element Computer Model for Simulating Density-Dependent Flow and Transport in Variably Saturated Media. Army Engineer Waterways experiment station vicksburg ms coastal hydraulics lab.
Liou, T. and Der Yeh, H. (1997) Conditional expectation for evaluation of risk groundwater flow and solute transport: one-dimensional analysis. Journal of Hydrology, 199(3-4): 378-402
Olsthoorn, T. (1985) the power of the electronic worksheet- modelling without special programs. Ground Water Journal, 23: 381-390
Oreskes, N., Shrader-Frechette, K. and Belitz, K. (1994) Verification, Validation, and Confirmation of Numerical Models in the Earth Sciences. Science, 263(5147): 641-646.
Pinder, G. and Gray, W. (1970) Finite element simulation in surface and subsurface hydrology. Academic Press Inc. 295p.
Poeter, EP. and Hill, MC. (1998) Documentation of UCODE, a computer code for universal inverse modeling, U.S. Geological Survey, Water-Resources Investigations Report 98-4080
Reddy, J. (2006) An Introduction to the finite element method. McGraw-Hill.912p.
Reilly, T. (2001) System and Boundary conceptualization in ground-water flow simulation. Techniques of water resources investigations of the U.S. Geological Survey. Book 3, Applications of Hydraulics. Chapter B8. Department of Interior,. U.S. Geological Survey.
Reilly, T. and Harbaugh, A. (2004) Guidelines for evaluating Ground-Water flow. Scientific Investigations Report 2004-5038. U.S. Department of Interior,. U.S. Geological Survey.
Strack, ODL. (1989) Groundwater Mechanics. National Water Well Association, Dublin, Ohio. 732p
Theis, CV. (1941) The effect of a well on the flow of a nearby stream. American Geophysical Union Transactions 22 (3): 734-738
Torak, L.J. (1993) A MODular Finite-Element model (MODFE) for areal and axisymmetric ground-water-flow problems, part 1--model description and user's manual: U.S. Geological Survey Techniques of Water-Resources Investigations, book 6, chap. A3.
Toth, J. (1962) A theory of groundwater motion in small drainage basins in central Alberta: Journal of Geophysical Research, 67(11): 4375-4387.
Verruijt, A. (1970) Theory of groundwater flow. Macmillan and Co. LTD 190p.
Walton, W. (1989) Analytical Ground Water Modeling. Lewis Publishers, Chelsea, Michigan.
Wasy GmbH. (2005) Feflow: finite element subsurface flow and transport simulation system. Reference Manual. Wasy GmbH, Berlin.
Zhang, Y. and Pinder, G. (2003) Latin Hypercube lattice sampling selection strategy for correlated random hydraulic conductivity fields. Water Resources Research 39(8) doi:11- 1/11-3.
Zheng, C., and Bennett, G. (2002) Applied Contaminant Transport Modeling. Wiley InterScience: New York, NY. 2nd ed. 621 p.


Share:

0 komentar:

Posting Komentar