DASAR-DASAR
PEMODELAN AIR TANAH
Husam
Baalousha
Dewan Regional Hawke's Bay, Tas Pribadi
6006, Napier, Selandia Baru
Abstrak
Pemodelan Air Tanah
adalah alat yang efisien untuk pengelolaan dan remediasi air tanah. Model
adalah penyederhanaan realitas untuk menyelidiki fenomena tertentu atau untuk
memprediksi perilaku masa depan. Tantangannya adalah untuk menyederhanakan
kenyataan dengan cara yang tidak mempengaruhi keakuratan dan kemampuan keluaran
model untuk memenuhi tujuan yang diharapkan.
Meskipun efisiensinya,
model bisa rumit dan menghasilkan hasil yang salah jika tidak dirancang dan
ditafsirkan dengan benar. Terlepas dari jenis model yang digunakan, urutan yang
serupa harus diikuti dalam pemodelan. Untuk membantu memilih model yang tepat,
tujuan pemodelan harus jelas dan teridentifikasi dengan baik.
Jika model konseptual
tidak dirancang dengan benar, semua proses pemodelan akan membuang waktu dan
tenaga. Untuk membangun model konseptual yang tepat, data hidrogeologi harus
memadai dan dapat diandalkan. Kalibrasi dan verifikasi adalah langkah terakhir
dalam pemodelan sebelum menulis laporan model akhir.
Artikel ini membahas
metodologi stepwise pemodelan air tanah dengan penjelasan setiap langkah. Ini
berisi deskripsi singkat tentang berbagai jenis model dan berbagai jenis
solusi. Selain itu, kesulitan khusus dan kesalahan umum dalam pemodelan telah
dibahas.
1.
Pendahuluan
Pemodelan air tanah adalah cara
untuk merepresentasikan sebuah sistem dalam bentuk lain untuk menyelidiki
respon sistem dalam kondisi tertentu, atau untuk memprediksi perilaku sistem di
masa depan. Pemodelan air tanah adalah alat yang ampuh untuk pengelolaan sumber
daya air, perlindungan air tanah dan remediasi. Pengambil keputusan menggunakan
model untuk memprediksi perilaku sistem air tanah sebelum pelaksanaan proyek
atau untuk menerapkan skema remediasi. Jelas, ini adalah solusi sederhana dan
murah dibandingkan dengan pendirian proyek pada kenyataannya.
Menurut definisi, model
menyederhanakan kenyataan, dan karenanya tidak sempurna. Ahli statistik
terkenal George Box menegaskan, "semua model salah, tapi ada juga yang
berguna" (Box and Draper 1987). Penerapan model dan penggunaannya
bergantung pada tujuan model tersebut. Meskipun tidak sempurna, model sangat
berguna dalam hidrogeologi. Ini adalah tantangan bagi pemodel untuk mewakili
masalah kata sebenarnya dalam bentuk yang disederhanakan tanpa mengorbankan
keakuratan atau membuat asumsi yang tidak benar. Pemodel mencoba mendapatkan
representasi terbaik dari kenyataan dengan mengumpulkan data sebanyak mungkin
dan memberi makan model dengan data baru. Model air tanah dapat dikelompokkan
menjadi tiga kategori: fisik, analog atau matematis. Solusi model matematis
bisa berupa analisis atau numerik.
Metode analisis tidak memerlukan
banyak data, namun aplikasi mereka terbatas pada masalah sederhana. Solusi
numerik dapat menangani masalah yang lebih rumit daripada solusi analitis.
Dengan pesatnya perkembangan prosesor komputer dan meningkatnya kecepatan,
pemodelan numerik menjadi lebih efektif dan mudah digunakan.
Pendekatan pemodelan numerik yang
paling umum digunakan adalah metode "beda hingga" dan metode
"elemen hingga". Setiap metode memiliki kelebihan dan keterbatasan.
Bergantung pada masalah perhatian dan tujuan pemodelan, pendekatan pemodelan
yang tepat dapat dipilih. Metode beda hingga dapat menghasilkan hasil yang
berbeda hingga metode elemen hingga jika masalah yang dikhawatirkan rumit.
Pendekatan pemodelan bukanlah satu-satunya faktor yang mempengaruhi hasil
model. Faktor lain seperti kondisi batas, kondisi awal, diskritisasi waktu dan
ruang, dan kualitas data mempengaruhi hasilnya.
Bab ini menguraikan metodologi
pemodelan airtanah bertahap, perbedaan antara pendekatan pemodelan dan
kesulitan mengiringi pemodelan air tanah. Kesalahan umum dalam pemodelan air
tanah juga dibahas.
2.
Pendekatan
Pemodelan
Model Air Tanah bisa sederhana,
seperti solusi analitik satu dimensi atau model spreadsheet (Olsthoorn, 1985),
atau model tiga dimensi yang sangat canggih. Selalu disarankan untuk memulai
dengan model sederhana, asalkan konsep model memenuhi tujuan pemodelan, dan
kemudian kompleksitas model dapat ditingkatkan (Hill 2006). Terlepas dari
kompleksitas model yang digunakan, pengembangan modelnya sama.
Metodologi stepwise pemodelan air
tanah ditunjukkan pada Gambar 1. Langkah pertama dalam pemodelan adalah
identifikasi tujuan model. Pengumpulan dan pengolahan data merupakan isu utama
dalam proses pemodelan. Langkah yang paling penting dan mendasar dalam pemodelan,
bagaimanapun, adalah model konseptualisasi. Kalibrasi, verifikasi dan analisis
sensitivitas dapat dilakukan setelah model selesai dan tahap pertama. Bagian
berikut menjelaskan secara rinci setiap langkah dalam pemodelan air tanah.
Gambar 1. Metodologi Stepwise Pemodelan Air Tanah.
2.1
Tujuan
Pemodelan
Model air tanah biasanya digunakan
untuk mendukung keputusan manajemen mengenai kuantitas atau kualitas air tanah.
Bergantung pada tujuan pemodelan, luas model, pendekatan dan tipe model dapat bervariasi.
Model air tanah bisa bersifat
interpretif, prediktif atau generik. Model interpretasi digunakan untuk
mempelajari kasus tertentu dan menganalisis aliran airtanah atau transportasi
kontaminan. Model prediktif digunakan untuk melihat perubahan konsentrasi air
tanah atau konsentrasi zat terlarut di masa depan. Model generik digunakan
untuk menganalisis berbagai skenario pengelolaan sumber daya air atau skema
remediasi.
Tujuan pemodelan air tanah dapat dicantumkan sebagai
berikut:
1. Prediksi
aliran airtanah dan kepala air tanah secara temporal dan spasial.
2. Investigasi
efek abstraksi air tanah pada sumur pada rezim aliran dan memprediksi hasil
penarikan.
3. Investigasi
efek aktivitas manusia (mis., Debit air limbah, pertanian kegiatan, landfill)
terhadap kualitas air tanah.
4. Analisis
skenario pengelolaan yang berbeda pada sistem airtanah, kuantitatif dan
kualitatif.
Bergantung pada tujuan studi dan
hasil yang diinginkan, pemilihan pendekatan model dan persyaratan data dapat
dibuat agar sesuai dengan bidang studi dan tujuannya. Misalnya, jika tujuannya
adalah penilaian aliran airtanah regional, maka model kasar dapat memenuhi
tujuan ini, namun jika area penelitiannya kecil maka model grid halus dengan
datadensitas tinggi harus digunakan.
3.
Model
konseptual
Model konseptual adalah
representasi deskriptif dari sistem air tanah yang menggabungkan interpretasi
kondisi geologi dan hidrologi. Informasi tentang neraca air juga termasuk dalam
model konseptual. Ini adalah bagian terpenting dari pemodelan air tanah dan ini
adalah langkah selanjutnya dalam pemodelan setelah identifikasi tujuan.
Membangun model konseptual
memerlukan informasi yang baik mengenai geologi, hidrologi, kondisi batas, dan
parameter hidrolik. Model konseptual yang baik harus menggambarkan realitas
dengan cara sederhana yang memenuhi tujuan pemodelan dan persyaratan manajemen
(Bear and Verruijt 1987). Ini harus merangkum pemahaman kita tentang aliran air
atau transportasi kontaminan dalam hal pemodelan kualitas air tanah. Isu utama
yang harus dipahami oleh model konseptual adalah:
1. Geometri
Aquifer dan model domain
2. Kondisi
batas
3. Parameter
Aquifer seperti konduktivitas hidrolik, porositas, storativitas, dan lain –
lain
4. Mengisi
ulang air tanah
5. Identifikasi
sumber dan sink
A. Keseimbangan
air
Begitu model konseptual
dibangun, model matematis bisa disiapkan. Model matematis mewakili model
konseptual dan asumsi yang dibuat dalam bentuk persamaan matematis yang dapat
dipecahkan baik secara analitik maupun numerik.
3.1
Masalah
Nilai Batas
Model matematis semuanya
didasarkan pada prinsip keseimbangan air. Menggabungkan persamaan keseimbangan
massa dan Hukum Darcy menghasilkan persamaan pemerintahan untuk aliran air
tanah. Persamaan umum yang mengatur aliran mantap air tiga dimensi dalam media
isotropik dan homogen adalah:
Dimana h adalah kepala air tanah. Persamaan ini juga
disebut persamaan Laplace dan memiliki banyak aplikasi dalam fisika dan
hidromekanik. Memecahkan Persamaan (1) membutuhkan pengetahuan tentang kondisi
batas untuk mendapatkan solusi yang unik. Untuk alasan ini, Persamaan (1)
disebut masalah nilai batas. Jadi kondisi batas menggambarkan daerah atau
domain dimana nilai batas masalah valid.
Kotak 1: Model konseptual:
pertanyaan untuk dijawab
1) Adakah
cukup data hidrogeologi untuk menggambarkan geometri akuifer / s di bidang
studi?
2) Haruskah
model menjadi satu, dua atau tiga dimensi?
3) Apakah
akuifer / homogen? isotropik
4) Apa
sumber dan tenggelamnya?
5) Apa
sumber kontaminasi (jika ada)?
6)
Apakah batasannya
tetap sama dari waktu ke waktu?
|
3.2
Kondisi
batas
Identifikasi kondisi batas
merupakan langkah awal dalam model konseptualisasi. Pemecahan persamaan aliran
air tanah (persamaan diferensial parsial) memerlukan identifikasi kondisi batas
untuk memberikan solusi yang unik. Identifikasi kondisi batas yang tidak tepat
akan mempengaruhi solusinya dan dapat mengakibatkan keluaran yang benar-benar
salah. Kondisi batas dapat dikelompokkan menjadi tiga tipe utama:
1. Kepala
yang ditentukan (juga disebut Dirichlet atau batas tipe I). Hal ini dapat
dinyatakan dalam bentuk matematika sebagai: h (x, y, z, t) = konstan
2. Aliran
yang ditentukan (juga disebut batas Neumann atau tipe II). Dalam bentuk
matematisnya adalah: Ñh (x, y, z, t) = konstan
3. Aliran
tergantung kepala (disebut juga Cauchy atau tipe III batas). Matematika
nya Bentuknya adalah: Ñh (x, y, z, t) +
a * h = konstanta (di mana "a" adalah konstanta).
Selain jenis yang disebutkan di
atas ada sub-jenis batas lainnya. Ini akan dijelaskan nanti. Dalam masalah
aliran air tanah, kondisi batas tidak hanya merupakan kendala matematis, namun
juga mewakili sumber dan tenggelam di dalam sistem (Reilly and Harbaugh 2004).
Pemilihan kondisi batas sangat penting untuk pengembangan model yang akurat
(Franke et al 1987).
Sebaiknya gunakan batas fisik bila
memungkinkan (mis., Batas tak berawak, danau, sungai) sebagai batasan model
karena dapat segera diidentifikasi dan dikonseptualisasikan. Perhatian harus
diberikan saat mengidentifikasi batas alam. Misalnya membagi air tanah adalah
batas hidrolik dan bisa bergeser posisi saat kondisi berubah di lapangan. Jika
kontur meja air digunakan untuk menetapkan kondisi batas dalam model transien,
secara umum lebih baik menentukan fluks daripada kepala. Dalam simulasi
transien, jika efek sementara (misalnya pemompaan) meluas ke batas, kepala yang
ditentukan bertindak sebagai sumber air yang tak terbatas, fluks yang
ditentukan membatasi jumlah air yang tersedia. Jika sistem air tanah sangat
ditekankan, kondisi batas bisa berubah seiring berjalannya waktu. Untuk alasan
ini, kondisi batas harus terus diperiksa selama simulasi.
3.3
Contoh
Batasan Berbeda
Reilly (2001) telah mensurvei
berbagai jenis fitur fisik dan representasi matematika setara mereka. Gambar 2
menunjukkan jenis batas yang berbeda. Batas-batas yang berbeda ini secara
singkat digambarkan sebagai berikut:
Batas kepala konstan: Ini adalah
kasus khusus dari batas kepala tertentu, yang terjadi dimana bagian dari
permukaan batas akuifer bertepatan dengan permukaan kepala konstan konstan
(Franke et al 1987). Batas kepala konstan berasumsi bahwa kepala konstan
sepanjang waktu. Garis ABC dan EFG pada Gambar 2 adalah contoh batas kepala
konstan, dimana bagian akifer terjadi di bawah reservoir.
Batas kepala yang ditentukan: Ini
adalah bentuk umum dari batas kepala konstan. Hal ini terjadi ketika kepala
dapat ditentukan sebagai fungsi waktu dan lokasi. Sungai dan sungai, yang
berada dalam hubungan hidrolik dengan akuifer, adalah contoh batas kepala yang
ditentukan.
Tidak ada batas aliran: Ini adalah
kasus khusus dari batas fluks yang ditentukan. Hal ini terjadi pada garis
normal untuk merampingkan (yaitu normal ke arah aliran). Kasus ini biasanya
terjadi dimana media kedap air ada. Garis HI pada Gambar 2 mewakili batas tanpa
aliran. Pembagian air dapat digunakan sebagai batas tanpa aliran tapi dengan
hati-hati, karena posisi air dapat berpindah seiring waktu akibat tekanan pada
akuifer.
Batasan fluks yang ditentukan: Ini
adalah kasus umum dari batas tanpa aliran. Hal ini terjadi bila arus melintasi
batas dapat ditentukan dalam waktu dan lokasi. Contoh batas fluks yang
ditentukan adalah mengisi ulang di atas meja air dalam aquifer freatik. CD
garis pada Gambar 2 adalah batas fluks yang ditentukan.
Batas fluks yang bergantung pada kepala: Hal ini
terjadi bila fluks melintasi batas bergantung pada kepala yang berdekatan
dengan batas tersebut. Iifer semi-terbatas, dimana kepala air bergantung pada
fluks melalui lapisan semi-confining, adalah contoh dari jenis batas ini. Hal
ini dapat ditunjukkan dengan garis ABC dan EFG pada Gambar 2.
Batas permukaan bebas: Meja air dan
antarmuka air tawar-garam di akuifer pesisir adalah contoh batas permukaan
bebas. CD garis pada Gambar 2 mewakili batas permukaan bebas. Tekanan kepala
pada batas permukaan bebas selalu nol dan total kepala sama dengan elevasi kepala.
Batas muka rembesan: Hal ini
terjadi pada batas antara aliran jenuh dan atmosfer. Wajah bendungan landfill,
seperti yang ditunjukkan oleh garis DE pada Gambar 2 adalah contoh batas muka
rembesan.
Gambar
2. Berbagai jenis batas.
Kotak 2: Penjelasan kondisi
batas
1) Selalu
gunakan batas alam bila memungkinkan.
2) Kondisi
batas selalu mempengaruhi solusi steady state namun tidak mempengaruhi
solusi transien.
3) Solusi
steady state dengan semua kondisi batas fluks yang ditentukan (termasuk no
aliran) tanpa batasan internal kepala atau kepala yang ditentukan mungkin
tidak konvergen atau mungkin tidak memberikan solusi yang unik.
4) Batas
kepala yang ditentukan berfungsi sebagai sumber atau wastafel tak terbatas.
5) Pembagian
air harus digunakan sebagai batas tanpa aliran dengan hati-hati.
|
4.
Jenis
Model
Ada berbagai jenis model untuk
mensimulasikan gerakan air tanah dan transportasi kontaminan. Secara umum,
model dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori: model fisik, analog dan
matematis. Jenis yang terakhir dapat diklasifikasikan lebih lanjut tergantung
pada jenis solusinya.
4.1
Model
Fisik
Model
fisik (misalnya tangki pasir) bergantung pada model bangunan di laboratorium
untuk mempelajari masalah spesifik aliran air tanah atau transportasi
kontaminan. Model ini dapat menunjukkan fenomena hidrogeologis yang berbeda
seperti kerucut depresi atau aliran artesis. Selain mengalir, gerakan
kontaminan bisa diselidiki melalui model fisik. Meski berguna dan mudah
dipasang, model fisik tidak bisa menangani masalah nyata yang rumit.
4.2
Model
Analog
Persamaan
yang menggambarkan aliran air tanah dalam media berpori homogen isotropik
disebut Persamaan Laplace (Persamaan (1)). Persamaan ini sangat umum terjadi
pada banyak aplikasi dalam matematika fisik seperti aliran panas, dan listrik.
Oleh karena itu, perbandingan antara aliran airtanah dan bidang lainnya dimana
persamaan Laplace valid, dimungkinkan. Model analog yang paling terkenal adalah
aliran listrik.
Analogi
listrik didasarkan pada kesamaan antara hukum aliran listrik Ohm dan hukum
gerakan air tanah Darcy. Seperti arus listrik yang bergerak dari tegangan
tinggi ke tegangan rendah, begitu pula air tanah, yang bergerak dari kepala
tinggi ke kepala bawah. Model analog sederhana dapat dengan mudah diatur untuk
mempelajari pergerakan aliran air tanah. Informasi lebih rinci mengenai model
analog tersedia (Verruijt, 1970, Anderson dan Woessner, 1992, Strack 1989;
Fetter 2001).
4.3
Model
matematika
Model
matematika didasarkan pada konseptualisasi sistem air tanah ke dalam satu
himpunan persamaan. Persamaan ini diformulasikan berdasarkan kondisi batas,
kondisi awal, dan sifat fisik akuifer. Model matematis memungkinkan manipulasi
model kompleks yang mudah dan cepat. Begitu model matematis disetel, persamaan
yang dihasilkan dapat dipecahkan secara analitis, jika modelnya sederhana, atau
numerik.
5.
Jenis
Solusi Model
Seperti dibahas di
bagian sebelumnya, model matematis dapat dipecahkan baik secara analitik maupun
numerik. Beberapa pendekatan menggunakan campuran solusi analitik dan numerik.
Bagian berikut membahas secara singkat jenis solusi utama yang digunakan dalam
pemodelan air tanah.
5.1
Solusi
Analitik
Solusi analitis hanya
tersedia untuk masalah transportasi airtanah dan kontaminan yang
disederhanakan. Mereka dikembangkan sebelum penggunaan model numerik.
Keuntungan dari solusi analitis adalah mudah diterapkan dan menghasilkan hasil
yang berkesinambungan dan akurat untuk masalah sederhana. Tidak seperti solusi
numerik, solusi analitik memberikan keluaran terus menerus pada setiap titik
dalam domain masalah (Gambar 3). Namun, solusi analitis membuat banyak asumsi
seperti isotropi dan homogenitas akuifer, yang tidak valid pada umumnya. Solusi
analitis; Oleh karena itu, tidak dapat menangani sistem air tanah yang
kompleks. Contoh solusi analitis adalah solusi Toth (Toth, 1962) dan persamaan
Theis (1941). Rincian lebih lanjut tentang solusi analitis masalah air tanah
dapat ditemukan di Bear (1979) dan Walton (1989).
5.2
Solusi
numerik
Karena solusi analitis
dari persamaan diferensial parsial (PDE) menyiratkan banyak Asumsi,
penyederhanaan dan estimasi yang tidak ada dalam kenyataan, mereka tidak dapat
menangani masalah nyata yang rumit. Metode numerik dikembangkan untuk mengatasi
kompleksitas sistem air tanah. Model numerik melibatkan solusi numerik dari
seperangkat persamaan aljabar dengan nilai kepala diskrit pada titik nodal
terpilih (Gambar 3). Metode numerik yang paling banyak digunakan adalah beda
hingga dan metode elemen hingga. Metode lain telah dikembangkan, seperti metode
elemen batas.
Gambar
3. Solusi analitis versus numerik untuk masalah aliran air tanah 1-D.
5.2.1
Metode
beda hingga
Metode beda hingga
(FDM) telah banyak digunakan dalam studi air tanah sejak awal 1960an. FDM
dipelajari oleh Newton, Gauss, Bessel dan Laplace (Pinder dan Gray 1977).
Metode ini pertama kali
diterapkan pada teknik perminyakan dan kemudian di bidang lainnya. Metode beda
hingga bergantung pada estimasi turunan fungsi dengan selisih yang terbatas
(Gambar 4). Pendekatan beda hingga diberikan oleh:
Keakuratan metode ini
tergantung pada ukuran grid dan keseragaman. Perkiraan derivatif meningkat
karena jarak grid mendekati nol; Namun demikian, dispersi numerik dan kesalahan
pemotongan meningkat. Ada tiga metode pendekatan beda beda yang berbeda: maju,
mundur dan perbedaan pusat, tergantung pada cara perbedaan yang terbatas
diterapkan. Perbedaan utama memberikan hasil terbaik karena kesalahan
pemotongan adalah orde kedua O (? X) 2 (Pinder dan Gray, 1970).
Gambar
4. Pendekatan beda finit.
Persamaan pengatur umum
untuk kondisi sementara, heterogen, dan anisotropika diberikan oleh:
dimana Kx, Ky, dan Kz adalah konduktivitas
hidrolik di x, y dan z arah, masing-masing. W adalah wastafel atau istilah
sumber dan Ss adalah penyimpanan khusus.
Untuk kesederhanaan,
pertimbangkan satu kasus Persamaan (3) dan selesaikan h dengan metode beda
hingga. Hasil ini:
dimana hi, hi + 1 adalah head pada node
i, dan node i + 1 masing-masing (Gambar 5). Jarak tidak teratur dapat digunakan
untuk meningkatkan akurasi pada area grid yang dipilih, namun ini meningkatkan
kesalahan yang terkait lebih banyak daripada grid dengan spasi biasa. Sebagai
aturan praktis untuk memperluas grid perbedaan yang terbatas, faktor perkalian
maksimum tidak boleh lebih tinggi dari 1,5.
Gambar
6. Diskretisasi domain model menjadi grid beda hingga.
Kelebihan metode finite
difference adalah mudah diterapkan, terdokumentasi dengan baik dan menghasilkan
hasil yang cukup baik. Namun, metode beda hingga memiliki beberapa kelemahan.
Kelemahan utama adalah bahwa hal itu tidak sesuai dengan batas model yang tidak
beraturan (Gambar 6). Selain itu, distribusi grid, ukurannya, dan apakah
ukurannya sama besarnya dengan akurasi dan kemampuan perhitungan. Keakuratan
keluaran dari metode beda hingga tidak baik dalam hal pemodelan transport
terlarut. Saldo massa tidak dijamin jika konduktivitas atau jarak grid
bervariasi (Cirpka 1999). Model air tanah berbasis perbedaan paling banyak
digunakan adalah MODFLOW (Harbaugh dan McDonald 1996).
Kotak
3: Pertimbangan dalam memilih ukuran jarak nodal pada grid atau mesh
design.
1) Variabilitas
karakteristik akuifer (misalnya konduktivitas, storativitas).
2) Variabilitas
parameter hidrolik (misalnya mengisi ulang, memompa).
3) Kelengkungan
meja air.
4) Detail
yang diinginkan seputar sumber dan sink (mis., Sungai).
5) Perubahan
vertikal pada kepala (resolusi / lapisan grid vertikal).
|
5.2.2
Metode
Elemen Hingga
Dasar metode elemen
hingga adalah memecahkan persamaan integral atas domain model. Bila metode
elemen hingga tersubstitusi dalam persamaan diferensial parsial, terjadi
kesalahan residual. Metode elemen hingga memaksa residu ini untuk pergi ke nol.
Ada beberapa pendekatan
yang berbeda untuk metode elemen hingga. Ini adalah: fungsi dasar, prinsip
variasional, metode Galerkin, dan residu tertimbang. Deskripsi rinci setiap
metode dapat ditemukan di Pinder dan Gray (1970).
Metode elemen hingga
mendeskripsikan domain model menjadi elemen (Gambar 7). Elemen ini bisa berupa
blok segitiga, persegi panjang, atau prismatik. Desain mesh sangat penting
dalam metode elemen hingga karena secara signifikan mempengaruhi konvergensi
dan akurasi larutan. Desain Mesh dalam metode elemen hingga adalah seni yang
lebih dari sekedar sains, namun ada aturan umum untuk konfigurasi jala yang
lebih baik. Sangat disarankan untuk menetapkan simpul pada titik-titik penting
seperti sumber atau sink, dan untuk memperbaiki mesh pada area yang diminati
dimana variabel berubah dengan cepat. Lebih baik menjaga konfigurasi jala
sesederhana mungkin. Dalam kasus jala segitiga, simpul lingkaran yang
berpotongan harus memiliki pusatnya di bagian dalam segitiga.
Metode residu tertimbang sedang
digunakan secara luas dalam masalah elemen hingga air tanah. Insinyur Rusia B.
G. Galerkin memperkenalkan metode ini pada tahun 1915 (Pinder dan Gray 1970).
Untuk menggambarkan pendekatan residu tertimbang, pertimbangkan masalah
transportasi airtanah atau zat terlarut. Masalah diatas domain B bisa ditulis
sebagai:
Dimana L adalah
operator diferensial, f (x, y, z) adalah variabel dependen (yaitu kepala air
tanah) dan F (x, y, z) adalah fungsi yang diketahui.
Metode residu
tertimbang menggantikan variabel dependen f (x, y, z) dengan fungsi aproksimasi
f (x, y, z). Fungsi aproksimasi kemudian terdiri dari kombinasi linear dari
fungsi baru yang memenuhi kondisi batas dari masalah utama. Hal ini dapat
ditulis sebagai:
dimana Ni adalah fungsi interpolasi, fi
adalah nilai nodal yang tidak diketahui dari variabel dependen pada simpul i,
dan m adalah jumlah simpul.
Karena f (x, y, z) adalah sebuah
aproksimasi, akan ada residu R (x, y, z) pada setiap simpul. Residu ini
diberikan oleh:
Metode residu tertimbang memaksa residu
dalam Persamaan (7) untuk pergi ke nol. Ini membutuhkan:
Dimana W (x, y, z) adalah fungsi
pembobotan dan B adalah domain masalah. Persamaan (8) dapat ditulis dalam
bentuk aproksimasi sebagai berikut:
Dalam kasus steady state, masalah aliran
airtanah dua dimensi, Persamaan (9) dapat ditulis sebagai:
Untuk mengatasi
Persamaan (10), fungsi bobot W (x, y, z) perlu diidentifikasi. Ada berbagai
metode pembobotan residu selain pendekatan Galerkin. Rincian lebih lanjut
tentang metode residu pembobotan dapat ditemukan di Gray dan Pinder (1970) dan
Reddy (2006).
Karakteristik utama
dari metode elemen hingga adalah: properti dan sumber / sink ditugaskan pada
node, simpul terletak pada batas fluks, dan suite aquifer anisotropy lebih baik
daripada FDM. Keuntungan dari metode ini meliputi: konfigurasi jala yang lebih
baik, yang membatasi batasan model yang tidak teratur, anisotropi tergabung
dengan baik, sistem persamaan pemerintahan berbentuk simetris dan tidak
beraturan dapat digunakan untuk mewakili elemen.
Gambar
7. Diskretisasi domain model menjadi mesh elemen hingga.
Metode
elemen hingga memiliki beberapa kelemahan. Jajaran elemen hingga tidak mudah
untuk membangun dan menghabiskan waktu, terutama dalam masalah yang rumit.
Selain itu, tidak banyak dokumentasi mengenai metode elemen hingga dibandingkan
dengan metode beda hingga. Berbeda dengan metode beda hingga, keseimbangan
massa dalam metode elemen hingga dapat dicapai untuk keseluruhan domain namun
tidak untuk setiap elemen. Model air tanah berbasis elemen hingga yang paling
terkenal adalah Feflow (Wasy, 2005), Femwater (Lin, et al 1997), dan MODFE
(Torak 1993).
6.
Kalibrasi
Model
Setelah model pertama, hasil model
mungkin berbeda dari pengukuran lapangan. Hal ini diharapkan karena pemodelan
hanyalah penyederhanaan dari kenyataan dan perkiraan dan kesalahan komputasi
yang tak terelakkan. Proses kalibrasi model ditujukan untuk menyempurnakan
hasil model agar sesuai dengan pengukuran di lapangan.
Dalam model aliran air tanah,
kepala air tanah yang dihasilkan dipaksa untuk mencocokkan kepala dengan titik
terukur. Proses ini memerlukan perubahan parameter model (yaitu konduktivitas
hidrolik atau pengisian air tanah) untuk mencapai kecocokan terbaik. Proses
kalibrasi penting untuk membuat model prediktif dan juga dapat digunakan untuk
pemodelan invers. Untuk menggambarkan proses kalibrasi model aliran air tanah,
perhatikan pengukuran kepala air tanah (hob) i pada titik pengamatan i. Kepala
simulasi pada titik yang sama adalah (hsim) i. Root mean square error dari
residual diberikan oleh:
Kotak
4: Model yang dikalibrasi harus memenuhi:
1) Cocok
antara kepala diukur dan dimodelkan.
2) Saldo
air yang bagus.
3) Gradien
air tanah dari model ini mirip dengan gradien yang diamati di lapangan.
4) Perilaku
serupa untuk setiap dataset
|
7.
Verifikasi
dan Validasi Model
Istilah "validasi" tidak
sepenuhnya benar bila digunakan dalam pemodelan air tanah. Oreskes dkk. Al.
(1994) menegaskan bahwa tidak mungkin memvalidasi model numerik karena
pemodelan hanyalah perkiraan dari kenyataan. Verifikasi dan validasi model
adalah langkah selanjutnya setelah kalibrasi.
Tujuan validasi model adalah untuk
memeriksa apakah model yang dikalibrasi bekerja dengan baik pada dataset
manapun. Karena proses kalibrasi melibatkan perubahan parameter yang berbeda
(i. Konduktivitas hidrolik, pengisian ulang, laju pemompaan, dll.) Set nilai
yang berbeda untuk parameter ini dapat menghasilkan solusi yang sama. Reilly
dan Harbaugh (2004) menyimpulkan bahwa kalibrasi yang baik tidak menghasilkan
prediksi yang baik. Proses validasi menentukan apakah model yang dihasilkan
berlaku untuk dataset manapun. Modelling biasanya membagi data pengukuran yang
ada menjadi dua kelompok; satu untuk kalibrasi dan yang lainnya untuk validasi.
8.
Analisis
Sensitivitas
Analisis sensitivitas penting untuk
kalibrasi, optimasi, penilaian risiko dan pengumpulan data. Dalam model air
tanah regional, ada sejumlah besar parameter yang tidak pasti. Mengatasi
ketidakpastian ini memakan waktu dan membutuhkan banyak usaha.
Analisis sensitivitas menunjukkan
parameter atau parameter mana yang memiliki pengaruh lebih besar terhadap
output. Parameter dengan pengaruh tinggi pada keluaran model harus mendapat
perhatian paling besar dalam proses kalibrasi dan pengumpulan data. Selain itu,
desain lokasi sampling, dan analisis sensitivitas dapat digunakan untuk
mengatasi masalah optimasi.
Metode analisis sensitivitas yang
paling umum adalah penggunaan pendekatan beda hingga untuk memperkirakan
tingkat perubahan model output sebagai hasil perubahan pada parameter tertentu.
Paket Estimasi Parameter "PEST" menggunakan metode ini (Doherty et al
1994). Beberapa metode analisis sensitivitas lain yang lebih efisien telah
digunakan.
Diferensiasi otomatis telah
digunakan untuk analisis sensitivitas pada model air tanah dan menghasilkan
output yang tepat dibandingkan dengan perkiraan beda hingga (Baalousha 2007).
9.
Analisis
Ketidakpastian
Ketidakpastian dalam pemodelan
airtanah tak terhindarkan karena sejumlah alasan. Salah satu sumber
ketidakpastian adalah heterogenitas akifer. Data lapangan memiliki
ketidakpastian. Pemodelan matematika menyiratkan banyak asumsi dan estimasi,
yang meningkatkan ketidakpastian keluaran model (Baalousha dan Köngeter 2006).
Ada beberapa pendekatan yang
berbeda untuk memasukkan ketidakpastian dalam pemodelan air tanah. Pendekatan
yang paling terkenal adalah pemodelan stokastik dengan menggunakan metode Monte
Carlo atau Quasi Monte Carlo (Kunstmanna dan Kastensb. 2006: Liou, T. dan Der
Yeh, H. 1997). Masalah dengan model stokastik adalah bahwa mereka memerlukan
banyak perhitungan, dan karena itu memakan waktu lama. Beberapa modifikasi
telah dilakukan pada model stokastik agar lebih deterministik, yang mengurangi
persyaratan komputasi dan waktu. Latin Hypercube Sampling adalah bentuk
modifikasi Simulasi Monte Carlo, yang sangat mengurangi persyaratan waktu
(Zhang dan Pinder 2003).
10.
Kesalahan
Umum dalam Pemodelan
Kesalahan utama dalam pemodelan
adalah konseptualisasi. Jika model konseptual tidak benar, output model akan
salah terlepas dari akurasi data dan pendekatan pemodelan. Model matematis yang
baik tidak akan membangkitkan model konseptual yang salah (Zheng dan Bennet,
2002).
Dalam semua model, perlu untuk
mengidentifikasi elevasi referensi tertentu untuk semua kepala sehingga
algoritma model dapat bertemu dengan solusi unik (Franke et al., 1987). Kondisi
batas harus ditangani dengan hati-hati, terutama dalam simulasi steady state.
Terkadang kondisi batas berubah selama simulasi dan menjadi tidak valid.
Model dengan kondisi batas hidrolik
akan menjadi tidak valid jika tekanan di dalam atau di luar domain model
menyebabkan batas hidrolik bergeser atau berubah. Oleh karena itu, kondisi
batas harus dipantau setiap saat untuk memastikannya valid.
Parameterisasi model adalah
kesalahan umum dalam pemodelan. Nilai teoritis sifat hidrolik atau pengisian
air tanah tidak boleh menggantikan data lapangan dan investigasi lapangan.
Asumsi seperti isotropi dan homogenitas tidak boleh digunakan tanpa dukungan
dari investigasi lapangan.
Pemilihan kode model penting untuk
mendapatkan solusi yang baik. Kode yang berbeda melibatkan pengaturan
matematika yang berbeda yang sesuai dengan masalah tertentu. Kode yang dipilih
harus mempertimbangkan karakteristik area yang diminati dan tujuan pemodelan.
Model dapat dikalibrasi dengan baik
dan sesuai dengan nilai yang terukur, namun memiliki keseimbangan massa yang
salah. Ini bisa jadi akibat dari model konseptual yang tidak benar.
Referensi :
Anderson,
M. and Woessner, W. (1992) Applied groundwater modeling. Elsevier. 381p.
Baalousha,
H. (2007) Application of Automatic Differentiation in Groundwater Sensitivity
Analysis. In Oxley, L. and Kulasiri, D. (eds) MODSIM 2007 International Congress
on Modelling and Simulation. Modelling and Simulation Society of
Australia and New Zealand, December 2007, pp. 2728-2733. ISBN :
978-0-9758400-4-7.
Baalousha,
H and Köngeter, J. (2006) Stochastic modelling and risk analysis of groundwater
pollution using FORM coupled with automatic differentiation. Advances in
Water Resources,. 29(12): 1815-1832
Bear,
J. (1979) Hydraulics of Groundwater. McGraw-Hill, New York.. 567p
Bear,
J. and Verruijt, A. (1987) Modeling Groundwater Flow and Pollution.
Springer, 432p.
Box,
G. and Draper, N. (1987) Empirical Model-Building and Response Surfaces,
669p.,Wiley.
Cirpka,
O. 1999 Numerical methods of groundwater flow and transport. Technical
report. Stanford University, Department of Civil and Environmental
Engineering.
Doherty,
J., Brebber, L. and Whyte, P. (1994) PEST - Model-independent parameter estimation.
User’s manual. Watermark Computing. Australia
Fetter,
C.W. (2001) Applied Hydrogeology. Prentice Hall. 4th ed.
Franke,
O.L., Reilly, T.E. and Bennett, G.D., (1987) Definition of boundary and initial
conditions in the analysis of saturated ground-water flow systems – An
introduction: Techniques of Water-Resources Investigations of the United
States Geological Survey, Book 3, Chapter B5, 15 p
Harbaugh,
A. and McDonald, M. (1996) User's documentation for MODFLOW-96, an update to
the U.S. Geological Survey modular finite-difference ground-water flow model:
U.S. Geological Survey Open-File Report 96-485, 56 p.
Hill,
Mary. (2006) The practical use of simplicity in developing groundwater models. Ground
water Journal, 44(6): 775-781.
Kunstmanna,
H. and Kastensb, M. (2006) Direct propagation of probability density functions
in hydrological equations. Journal of Hydrology , 325(1-4): 82-95
Lin,
Hsin-Chi J. , Richards, David R. ; Yeh, Gour-Tsyh , Cheng, Jing-Ru and Cheng,
Hwai- Ping (1997) FEMWATER: A Three-Dimensional Finite Element Computer Model
for Simulating Density-Dependent Flow and Transport in Variably Saturated
Media. Army Engineer Waterways experiment station vicksburg ms coastal
hydraulics lab.
Liou,
T. and Der Yeh, H. (1997) Conditional expectation for evaluation of risk
groundwater flow and solute transport: one-dimensional analysis. Journal of
Hydrology, 199(3-4): 378-402
Olsthoorn,
T. (1985) the power of the electronic worksheet- modelling without special
programs. Ground Water Journal, 23: 381-390
Oreskes,
N., Shrader-Frechette, K. and Belitz, K. (1994) Verification, Validation, and
Confirmation of Numerical Models in the Earth Sciences. Science,
263(5147): 641-646.
Pinder,
G. and Gray, W. (1970) Finite element simulation in surface and subsurface
hydrology. Academic Press Inc. 295p.
Poeter,
EP. and Hill, MC. (1998) Documentation of UCODE, a computer code for universal
inverse modeling, U.S. Geological Survey, Water-Resources Investigations
Report 98-4080
Reddy,
J. (2006) An Introduction to the finite element method.
McGraw-Hill.912p.
Reilly,
T. (2001) System and Boundary conceptualization in ground-water flow
simulation. Techniques of water resources investigations of the U.S. Geological
Survey. Book 3, Applications of Hydraulics. Chapter B8. Department of
Interior,. U.S. Geological Survey.
Reilly,
T. and Harbaugh, A. (2004) Guidelines for evaluating Ground-Water flow.
Scientific Investigations Report 2004-5038. U.S. Department of Interior,. U.S.
Geological Survey.
Strack,
ODL. (1989) Groundwater Mechanics. National Water Well Association,
Dublin, Ohio. 732p
Theis,
CV. (1941) The effect of a well on the flow of a nearby stream. American
Geophysical Union Transactions 22 (3): 734-738
Torak,
L.J. (1993) A MODular Finite-Element model (MODFE) for areal and axisymmetric
ground-water-flow problems, part 1--model description and user's manual: U.S.
Geological Survey Techniques of Water-Resources Investigations, book 6,
chap. A3.
Toth,
J. (1962) A theory of groundwater motion in small drainage basins in central
Alberta: Journal of Geophysical Research, 67(11): 4375-4387.
Verruijt,
A. (1970) Theory of groundwater flow. Macmillan and Co. LTD 190p.
Walton,
W. (1989) Analytical Ground Water Modeling. Lewis Publishers, Chelsea,
Michigan.
Wasy
GmbH. (2005) Feflow: finite element subsurface flow and transport simulation
system. Reference Manual. Wasy GmbH, Berlin.
Zhang,
Y. and Pinder, G. (2003) Latin Hypercube lattice sampling selection strategy
for correlated random hydraulic conductivity fields. Water Resources
Research 39(8) doi:11- 1/11-3.
Zheng,
C., and Bennett, G. (2002) Applied Contaminant Transport Modeling. Wiley
InterScience: New York, NY. 2nd ed. 621 p.
0 komentar:
Posting Komentar